Iklan

Mutasi Pejabat Diam-diam, Plt Bupati Mimika Terancam Disanksi dan Didiskualifikasi

Mutasi Pejabat Diam-diam, Plt Bupati Mimika Terancam Disanksi dan Didiskualifikasi

 

Mimika I NUSANTARATALK.IDPelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob terancam mendapat sanksi dari Kementerian Dalam Negeri, sebagai buntut dari kebijakannya melakukan mutasi pejabat secara diam-diam tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri. 


Kemendagri telah melayangkan surat kepada Pj Gubernur Papua Tengah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Mimika di Bidang Kepegawaian. 


Surat Nomor 100.2.2.6/6414/ yang ditandatangani Plt Dirjen Otda Kemendagri, Komjen Pol Drs Tomsi Tohir tertanggal 22 Agustus 2024 merupakan sikap Kemendagri atas kebijakan Plt Bupati Mimika yang melakukan pemberhentian pejabat administrasi di lingkungan Pemda Kabupaten Mimika. 


Kemendagri dalam surat tersebut menyebutkan bahwa Plt Bupati Mimika melakukan mutasi dan pemberhentian dan demosi pejabat administrasi ke jabatan pelaksana sebanyak 12 orang tanpa melalui persetjuan tertulis Menteri Dalam Negeri dan Pertimbangan Teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.


Berdasarkan pada pasal 71 undang-undang no 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang no 1 Tahun 2015 ditegaskan bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. 


Dengan demikian Plt Bupati secara jelas melanggar aturan tersebut karena berdasarkan Pasal 25 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2022 ditegaskan bahwa dalam hal terdapat kebutuhan Instansi Pemerintah, pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN.


Sesuai Pasal 82 ayat (2) huruf a Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 dilakukan oleh Gubernur, apabila keputusan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 12 ayat (4) PP Nomor 48 Tahun 2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh Bupati/Walikota maka pejabat yang berwenang mengenakan sanksi administratif yaitu Gubernur. 


Untuk itu Kemendagri meminta Pj Gubernur Papua Tengah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Mimika dengan melakukan konfirmasi lapangan terhadap kebijakan kepegawaian oleh Plt Bupati Mimika yang diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu tanpa melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri dan tanpa melalui pertimbangan teknis BKN. 


Dalam hal terkonfirmasi benar maka Pj Gubernur Papua Tengah memberikan pembinaan berupa teguran tertulis dan memerintahkan mencabut keputusan tersebut.


Mutasi pejabat yang dilakukan oleh Plt Bupati Mimika tertuang dalam Petikan Surat Keputusan Bupati Mimika tanggal 30 Juli 2024 yang memutasi sejumlah PNS dipindahkan/ditempatkan sebagai Pelaksana pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, terhitung mulai tanggal 1 Agustus 2024 tanpa persetujuan Kemendagri namun dalam pertimbangannya hanya disposisi Plt Bupati.


Tindakan Plt Bupati Mimika yang membabi buta ini sejak dini sudah disinggung oleh Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo. Ia mengungkapkan ada ambisi besar yang dimiliki oleh Johannes Rettob untuk memuluskan jalannya memenangkan Pilkada 2024, sehingga nampak ia menghalalkan segala cara meskipun sudah nyata tidak sesuai aturan dan bahkan menjurus ilegal, namun tetap dilakukannya.


"Berharap supaya Bawaslu dapat bertindak, karena ini sudah nyata dan jelas adanya pelanggaran terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dimana dalam pasal 71 ayat 2 berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri," jelas Karyono.


Karyono mengingatkan sebagai calon petahana Johannes Rettob bisa dibatalkan pencalonannya sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat 5: "Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota".


Apalagi status Johannes Rettob sampai sekarang masih Plt Bupati. "Status Bupati Definitif saja dilarang untuk mutasi pegawai, ini masih statusnya Plt Bupati, jelas kedudukannya secara administratif sudah sangat melanggar Permendagri Nomor 4 tahun 2023," pungaks Karyono.(Jovan).

Lebih baru Lebih lama