Pontianak, Nusantaratalk.Id - Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI),
Koordinator Wilayah XIV Kalimantan Barat minta Pemerintah cabut izin PT HMBP dan meminta Kapolri copot Kapolres seruyan dan Kapolda Kalteng,
tindak tegas dan adili semua aparat yang terlibat tindakan represif.
Koordinator Wilayah XIV GMKI Kalbar, Andrianus meminta agar
pemerintah mencabut ijin perusahaan yang tidak memberikan manfaat bahkan
cenderung merugikan Masyarakat. ujar Andrianus dalam keterangan persnya, Jakarta (9/102023).
“Kehadiran perusahaan diharapkan memberikan manfaat bagi
masyarakat setempat. Tapi jika kehadirannya merusak hutan dan mengambil lahan
masyarakat tidak bisa diimbangi dengan pemberian manfaat bagi masyarakat
setempat, bahkan lebih cenderung merugikan sebaiknya pemerintah cabut saja ijin
perusahaannya”. Terangnya
Menurut Andrianus, tindakan represif di seruyan membuat
masyarakat sulit untuk percaya bahwa polisi adalah pelindung, pengayom, dan
pelayan masyarakat.
“Ditengah upaya memperbaiki citra polisi, kembali kita
melihat tingkah laku polisi yang membuat Masyarakat sulit untuk percaya
perubahan itu. Tindakan represif berujung korban jiwa yang terjadi di desa
Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah menjadi cerminan bahwa instansi
kepolisian hari ini belum layak untuk disebut sebagai pelindung, pengayom, dan
pelayan masyarakat”. Tegasnya
Ia juga menyayangkan perjuangan hak dan keadilan harus
dibayar mahal dengan nyawa
“saya sangat menyayangkan tindakan biadap kepolisian terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan hak dan keadilan harus dibayar mahal dengan nyawa. Hal ini harusnya tidak perlu terjadi jika saat itu kepolisian mampu menahan diri.” Tegasnya
GMKI berharap ke depan tidak ada lagi tindakan represif
semacam ini.
“Saya harap tidak ada lagi tindakan represif semacam ini di
tempat lain. Polisi perlu membuktikan bahwa mereka benar-benar pengayom dan
pelindung bukan malah menjadi musuh dan lawan bagi masyarakat. Apalagi
masyarakat yang memperjuangkan haknya melalui demontrasi yang tentunya dijamin
oleh UUD 1945 pasal 28E ayat 3”. Terangnya
Berkaca dari kejadian yang hampir serupa yang pernah terjadi
di Desanya, Andrianus juga berharap peran pemerintah sebagai penegah di antara
masyarakat dan perusahaan.
“Sebenarnya persoalan plasma dan HGU di seruyan ini bukan
yang pertama kali terjadi, di kampung halaman saya desa Batu Nyadi, Kecamatan
Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang pernah terjadi persoalan yang sama, yaitu
persoalan HGU. Namun di saat belum menemukan titik temu, Masyarakat desa Batu
Nyadi sepakat untuk melibatkan pemerintah Kabupaten Sintang sebagai penegah
atas persoalan yang ada sehingga puji Tuhan ditemukan titik tengah antara
perusahaan sawit dan masyarakat yaitu lahan berstatus HGU masyarakat ditukar
dengan lahan sawit perusahaan yang tidak berstatus HGU. Sehingga berkaca dari
pengalaman itu harusnya ada peran penting pemerintah sebagai penegah atas
persoalan yang belum menemukan titik terang”. Tegasnya (Red)