Biak,
Nusantaratalk.Id - Mewakili
Keluarga Besar Marga Fairyo, Charles Erikson Dominggus Fairyo, Menolak
pembangunan jembatan perahu proyek Dinas Pariwisata Kabupaten Biak Numfor di
kali Ruar pada kawasan hutan Mangrove.
Penolakan
tersebut disampaikan secara resmi oleh keluarga besar marga Rumayom kepada sejumlah
wartawan. Jumat, (22/09/2023).
Pasalnya
pembangunan proyek jembatan perahu tersebut di nilai akan merusak potensi hutan
mangrove. Tidak hanya itu, proyek tersebut juga mengakibatkan terjadinya
perpecahan antar keluarga.
Charles
mengatakan bahwa jika proyek pembangunan jembatan perahu tersebut tidak
dihentikan, maka dirinya didampingi kuasa hukum dari LBH Kyadawun Klasis Biak
Numfor akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
“Kami
tegaskan tanah tersebut tidak diperjualbelikan. Sementara proses saat ini, saya
sudah koordinasi dengan kementerian lingkungan hidup bagian Gakkum KLHK Yang
mana akan di tinjau dan diteliti apakah hutan mangrove termasuk dalam ekosistem
cagar alam yang dilindungi atau tidak”. ucapnya.
Sementara
itu, hal serupa juga disampaikan oleh Imanuel Rumayom SH Direktur LBH Kyadawun
GKI Klasis Biak Numfor. Sebagai kuasa hukum yang mendampingi kliennya tetapi
juga sebagai pemilik hak Ulayat dari keluarga Rumayom mengatakan bukan kah
pemerintah selalu menyuarakan untuk melindungi kawasan hutan mangrove,
penanaman kembali hutan mangrove? Kenapa yang terjadi di Pemda kabupaten Biak
Numfor malah sebaliknya.
“Kami
minta dengan hormat Bupati Biak Numfor, Herry Aryo Naap, pak kadisparbud, Dinas
terkait lainnya segera hentikan pembangunan proyek jembatan perahu. Kami tolak
dan kami tidak jual tempat tersebut. Masih ada lokasi pantai lain, untuk
membangun jembatan tersebut. Jangan bangun di sini”.
Imanuel
mengatakan yang jadi persoalan adalah dampak lingkungan bukan pembangunan
jembatan perahu melainkan pembangunannya akan mengorbankan hutan mangrove yang
merupakan peninggalan orang tua yang harus di jaga dan dilindungi.
"Hutan
mangrove ini sudah ada puluhan tahun, bukan baru kemarin. Kawasan itu warisan
orang tua kita yang harus kita jaga. Tempat mencari ikan, mendapatkan uang dari
situ”.
Menurutnya
hutan mangrove sangat berguna pengendalian abrasi, tempat ikan berkembang biak,
juga berdampak terhadap keberadaan terumbu karang sehingga penolakan terhadap
pembangunan jembatan perahu jangan di kawasan hutan mangrove karena akibat yang
akan timbul sangat fatal kedepannya.
Ini
harus dihentikan karena rusaknya ekosistem biota Laut. akibat kerusakan hutan
mangrove juga akan berdampak pada hajat hidup orang banyak. Terlebih lagi
terhadap masyarakat yang dari dulu hingga saat ini hidupnya bergantung
dikawasan pesisir. Lokasi pembangunan proyek jembatan perahu dikawasan hutan
mangrove ini akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup sekaligus meningkatkan
potensi abrasi.
Lebih
lanjut Imanuel Rumayom SH sebagai kuasa hukum dirinya dengan tegas mengatakan
dalam UU nomor 33 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di pasal 98 dijelaskan bahwa ada ancaman pidana bagi siapapun yang
merusak lingkungan dalam hal ini kawasan hutan mangrove.
Yang
berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara, baku mutu air, baku mutu air laut
kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup di pidana penjara paling singkat
3 tahun dan denda 3 Milyar rupiah dan paling lama 10 tahun dan denda 10
Milyar”.
”ini
perintah undang-undang sudah sangat jelas ya… siapapun, barangsiapa dengan
sengaja dsbnya seperti bunyi pasal 98 UU nomor 33 tahun 2009 bisa dipidanakan”.
Diharapkan
pemerintah daerah, Dinas pariwisata, kontraktor, oknum siapapun yang terlibat
agar segera hentikan dan kami tolak adanya pembangunan proyek jembatan perahu
disepanjang hutan mangrove mulai dari ujung kali Ruar sampai ibdi. Jika ada
dari marga Rumayom ataupun fairyo yang bertandatangan untuk menyetujui hal
tersebut, saya tegaskan bahwa itu bukan dari kami marga Rumayom dan Fairyo
selaku pemilik hak ulayat.
Ditambahkannya
bahwa Keinginan kuat Pemerintah Daerah untuk melakukan pembangunan yang masif
di seluruh kabupaten Biak, tentunya akan selalu didukung. Namun dalam agenda
pembangunan yang besar itu juga harus memperhitungkan aspek keadilan atas
lingkungan, hutan dan alam harus menjadi prioritas utama. (Jovan)