Oleh, Yatatema Gea
(Kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
DPC Kota Tangerang)
Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia adalah proses demokratis yang diatur oleh undang-undang untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan mewakili kepentingan masyarakat di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemilih atau warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak suara untuk memilih calon yang dianggap mewakili kepentingan mereka.
Pemilu di Indonesia juga menekankan pentingnya prinsip
keadilan dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu. Setiap peserta pemilu
memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pemilu, dengan
jaminan perlakuan yang adil dan netral dari lembaga penyelenggara. Pemilu di
Indonesia harus menjunjung tinggi demokrasi, kebebasan, dan keadilan. Dengan
melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam proses ini, pemilu menjadi alat yang
efektif untuk mewujudkan pemerintahan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Kampanye pemilu di Indonesia dilakukan secara aktif di berbagai media, termasuk
media sosial, televisi, radio, spanduk, dan pertemuan publik. Partai politik
dan calon diberikan waktu yang ditentukan untuk menyampaikan visi, program, dan
pesan kampanye mereka kepada pemilih.
Kampanye menjadi salah satu aspek penting dalam proses
pemilu, karena melalui kampanye, pemilih dapat memahami dan membandingkan
pilihan-pilihan yang tersedia sebelum membuat keputusan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 1 angka
35 disebutkan bahwa Kampanye merupakan kegiatan Peserta Pemilu atau pihak
ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi,
misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu. Pada Pemilu 2024, masa
kampanye akan dilakukan selama 75 hari, yaitu dari tanggal 28 November 2023
sampai dengan 10 Februari 2024 yang akan datang.
Meskipun
Pemilu di Indonesia dianggap demokratis, ada beberapa tantangan dan
permasalahan yang dihadapi. Beberapa permasalahan yang sering muncul termasuk
disinformasi, ujaran kebencian, praktik politik uang, kesenjangan media, dan
keadilan pemilihan. Berkaca dari Pemilu-Pemilu sebelumnya, beragam persoalan
muncul pada saat masa kampanye, salah satunya masalah penggunaan kampanye di
media sosial. Media sosial memungkinkan informasi menyebar dengan cepat dan
luas, termasuk berita palsu atau informasi yang tidak diverifikasi dengan baik.
Hal ini dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah dan mempengaruhi
persepsi publik. Individu atau kelompok yang tidak setuju dengan pesan atau
nilai yang disampaikan oleh kampanye dapat menggunakan media sosial untuk
melakukan serangan verbal, ancaman, atau pelecehan terhadap mereka yang
terlibat dalam kampanye tersebut. Penting untuk memahami risiko-risiko ini dan KPU-BAWASLU
buat aturan yang spesifik kampanye Media Sosial yang tepat untuk mengatasi atau
meminimalkan dampak negatif ini.
KPU dan Bawaslu adalah dua lembaga yang memiliki peran
penting dalam menyelenggarakan Pemilu di Indonesia. KPU dan Bawaslu harus lebih profesional dalam
menyelenggarakan Pemilu guna menjamin adanya prinsip inklusivitas,
partisipatif, terbuka, dan akuntabel dalam mewujudkan Pemilu yang Langsung,
Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Oleh karena itu, pelibatan para pemangku
kepentingan terkait harus dilakukan secara bermakna dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu. Melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan
pengawasan Pemilu dapat membantu meningkatkan profesionalitas KPU dan Bawaslu. Melakukan
evaluasi menyeluruh terhadap kinerja mereka. Harus bekerja sama dengan aparat
penegak hukum untuk menindak pelanggaran hukum yang terjadi selama Pemilu.
Langkah tegas harus diambil terhadap pelanggaran seperti politik uang,
penyebaran hoaks, atau pelanggaran etika kampanye. Hal ini akan menegaskan
bahwa Pemilu dijalankan secara adil dan tidak ada yang dikecualikan dari
aturan.
Media sosial
dapat menjadi tempat yang subur untuk penyebaran disinformasi dan berita palsu
selama masa kampanye pemilu. Dengan memiliki aturan kampanye yang mengatur
penggunaan media sosial, pihak yang berwenang dapat membatasi dan mengatasi
penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan. Ini membantu melindungi
integritas proses pemilu dan mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan
oleh disinformasi. Dengan membuat aturan kampanye di media sosial adalah
langkah penting untuk memastikan kampanye memiliki pedoman yang jelas dan untuk
menjaga keberlanjutan dan kesuksesan pemilu tahun 2024.
KPU dan Bawaslu Perlu mengkaji mampanye politik harus
berfokus pada isu-isu yang relevan dan penting bagi masyarakat. Memverifikasi
informasi sebelumnya akan membantu mencegah penyebaran berita palsu atau
informasi yang tidak akurat. memberikan informasi yang edukatif tentang sistem
politik, isu-isu kunci, dan proses keputusan politik. Hal ini dapat membantu dalam
menciptakan lingkungan yang inklusif dan mempromosikan pemahaman yang lebih
baik tentang berbagai perspektif.
Lembaga pemantau independen, seperti LSM, jurnalis, atau
organisasi masyarakat sipil, memberikan kewenangan agar melibatkan diri dalam
pemantauan dan analisis terhadap laporan dana kampanye. Mereka dapat membantu
mengungkapkan potensi kecurangan atau praktik yang meragukan, serta
menyampaikan temuan mereka kepada publik. Menegakkan sanksi yang tegas dan adil
terhadap pelanggaran laporan dana kampanye dapat memberikan efek jera kepada
peserta Pemilu yang tidak mematuhi aturan. Pengawasan yang ketat dari Bawaslu
atau lembaga pengawas lainnya juga penting untuk memastikan kesesuaian dengan
peraturan dan mengidentifikasi pelanggaran.
Lembaha KPU
dan Bawaslu perlu meningkatkan literasi media secara serius di kalangan
masyarakat sebab langkah penting untuk membantu mereka mengenali informasi yang
menyesatkan dan memahami cara memverifikasi kebenaran informasi. Pendidikan
publik yang berkaitan dengan kritis berpikir, sumber daya verifikasi, segingga
dapat membantu mengurangi dampak informasi yang menyesatkan. (Red)